Sejarah Pulau Seribu Jakarta Kali ini Kami akan berbicara tentang Sejarah kepulauan seribu Jakarta, sebuah kepulauan yang berada diteluk Jakarta yang saat ini sedang ramai dibicarakan tentang reklamasi pulau-pulau buatan yang dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta.

Pulau Seribu sendiri terdiri dari lebih 110 pulau yang telah terdata dan lebih dari 300 pulau bila dihitung dengan pulau-pulau kecil yang masih timbul tenggelam (disebut dengan pulau gosong) di perairan teluk Jakarta.

Kepulauan ini terbentuk melalui proses yang sangat panjang. Namun proses terbentuknya pulau-pulau, sangat sederhana bahkan paling sederhana dibanding pulau-pulau lain yang ada di Indonesia. Kepulauan seribu berasal proses pengendapan pecahan kerang, koral dan binatang laut lainnya yang semakin lama semakin membesar, dan akhirnya membentuk sebuah pulau baru yang sekarang ada di Kepulauan seribu Jakarta. Maka tidak heran di kepulauan ini masih terdapat banyak pulau yang masih dalam proses pembentukan.

Sebagai Kepulauan yang berada tepat didepan kota besar Jakarta, tentunya kepulauan seribu memiliki potensi yang sangat besar, bahkan konflik dan perebutan akan wilayah pulau seribu sering terjadi dari zaman dahulu bahkan sampai saat ini. Pemprov Banten dan Pemprov DKI Jakarta misalnya pernah berselisih tentang kepemilikan 22 pulau di Kepulauan Seribu. Banten mengklaim secara historis dan geografis 22 pulau tersebut masuk ke wilayah Kabupaten Tangerang, bahkan sempat mengajukan judicial review (uji materil) ke Mahkamah Agung atas terbitnya peraturan pemerintah (PP) dan UU yang mengatur ke-22 pulau itu menjadi bagian Jakarta. Meski hingga kini Kepulauan Seribu tetap masuk ke dalam wilayah Jakarta.

Berikut Sejarah Pulau Seribu yang dapat kami berikan, dari sejarah penguasaan wilayah sampai konflik-konflik yang terjadi akibat perebutan wilayah Kepulauan seribu :

 

Sejarah Pulau Seribu dalam masa kerajaan Sunda abad ke-14

kerajaan sunda

Pulau seribu sendiri sudah dikenal sejak jaman kerajaan di Indonesia terutama sejak zaman kerajaan tarumanegara dan kerajaan Sunda di tanah jawa barat, walau belum pernah ada satupun prasasti zaman kerajaan di Indonesia yang pernah menyebutkan secara specifik keberadaan Kepulauan Seribu.

Namun menurut budayawan Betawi Ridwan Saidi, yang diceritakan kembali oleh Alwi Shahab dalam tulisannya di harian online Repubika.com, pelabuhan Kalapa (sebutan lama pelabuhan Sunda Kelapa) sejak abad kesembilan sudah menjadi ajang perebutan antara Kerajaan Sriwijaya (Palembang), kerajaan Kediri (Jawa) dan kerajaan Sundapura (pengganti kerajaan Tarumanegara) yang lokasi kerajaannya di sekitar bogor dan bekasi. Hasil perundingan segitiga yang dihadiri Konsul Cina memutuskan, penguasaan administrasi pelabuhan (adpel) ditangani kerajaan Sundapura sebagai yang terdekat dari pelabuhan Kalapa tersebut. Sementara itu kontrol kelautan kepulauan seribu daerah barat menjadi hak kerajaan Sriwijaya, dan Kerajaan Kediri menangani kontrol kelautan kepulauan seribu daerah timur.

Namun setelah beberapa lama kerajaan Sunda Pura menghilang (pada tahun 1333), pengelolaan pelabuhan Kalapa (sunda kelapa) yang merupakan pelabuhan terbesar saat itu di Indonesia digantikan oleh Kerajaan Tanjung Kalapa/jaya sebuah kerajaan wilayah bawahan kerajaan Sunda Pajajaran di Jawa Barat.

 

Kerjasama Portugis dan Kerajaan Sunda Pajajaran

Prasasti perjanjian portugis sundaPada Tahun 1512 dengan melihat peta politik saat itu dimana kesultanan islam Banten mulai membesarkan wilayah kekuasaanya, maka kerajaan hindu Sunda Pajajaran melakukan kerjasama dua pihak dengan Portugis yang saat itu sudah menguasai selat malaka dan sebagian wilayah timur nusantara. Perjanjian kerjasama itu melingkupi perjanjian perdagangan maupun perjanjian kerjasama militer antara kedua belah pihak termasuk pengamanan wilayah perairan kepulauan seribu yang saat itu merupakan titik lemah kekuasaan kerajaan Tanjung Jaya/kalapa yang menjadi bawahan dari kerajaan Sunda Pajajaran.

Perjanjian tersebut pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda Pajajaran dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama juga dibangun sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian kerajaan Sunda dan kerajaan Portugal di suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun gudang atau benteng pertahanan di pelabuhan Kalapa (Sunda kalapa) dan sekitarnya.

 

Serangan Kerajaan Banten ke Sunda Kelapa

perang jayakartaNamun dengan melihat strategisnya perairan kepulauan seribu dan Kejayaan Pelabuhan Kalapa yang merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Nusantara saat itu, membuat iri Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon. Akhirnya pada tahun 1527, pasukan gabungan kesultanan Demak dan kesultanan Banten dengan armada lautnya menyerang sebagian besar kekuasaan wilayah kekuasaan kerajaan sunda di jakarta melalui perairan kepulauan seribu. Kerajaan Tanjung kalapa/Jaya dengan dibantu kerajaan Sunda Pajajaran serta dengan dukungan pasukan portugis tidak mampu menahan gempuran banyaknya pasukan yang datang, akhirnya seluruh wilayah Tanjung Kalapa/Jaya termasuk pelabuhan Kalapa jatuh ke dalam kekuasaan Demak, dan armada perang portugis keluar dari wilayah tersebut.

Setelah berhasil direbut Demak yang dibantu kesultanan Banten, Fatahillah sebagai panglima pasukan Demak ditunjuk sebagai Bupati Kalapa dan mengganti nama kerajaan dengan sebutan Jayakarta pada tanggal 22 Juni 1527 yang sekarang dijadikan hari jadi kota Jakarta.

 

Sengketa kepulauan seribu antara Kesultanan Banten dengan Jayakarta dan Demak

Selama 39 tahun Fatahillah berada di Jayakarta, hubungannya dengan kesultanan Banten sebagai sekutunya berjalan cukup mesra. Tetapi, setelah Fatahillah ditarik ke Cirebon, hubungan kesultanan Banten dan Jayakarta jadi tidak harmonis.

Potensi kepulauan seribu tidak dipungkiri menjadi pemicu utama renggangnya hubungan antara kesultanan banten dengan Jayakarta (wilayah kekuasaan kesultanan demak).  Seperti abad ini, penyebabnya karena masalah penghasilan. Karena pada abad ke-16, banyak armada asing menggunakan pulau seribu sebagai tempat sandar kapal mereka. Justru akibat sengketa Pulau seribu ini baik Kesultanan Banten dan Jayakarta menjadi lemah ketika menghadapi Belanda.

Dinas Museum dan Pemugaran DKI dalam katalog berjudul ‘Pulau Onrust’ membenarkan pulau ini dan pulau-pulau lainnya di kepulauan Seribu sejak lama menjadi sengketa antara Kerajaan Banten dan Jayakarta. Namun, sejauh ini tidak pernah ada upaya penyelesaian. Namun hubungan mesra antara kesultanan banten dan demak yang awalnya sangat mesra tidak berlangsung lama. Pihak Jayakarta merasa memilikinya karena lokasinya sangat berdekatan. Sedangkan Banten merasa punya hak teritorial atas kepulauan itu.

 

Serangan Mendadak Belanda ke Jayakarta

vocSengketa perebutan wilayah kepulauan seribu antara kerajaan Banten dan Jayakarta ternyata dimanfaatkan sangat baik oleh VOC Belanda. Tepatnya pada tahun 1619 dibawah pimpinan Jaan pieterszooncoen VOC menyerang dan dengan mudahnya menguasai Jayakarta. Sejak kekalahan tersebut nama Jayakarta diganti dengan sebutan nama Batavia dan menjadi wilayah jajahan VOC Belanda.

Dan mulai saat itu pula pemerintah Belanda yang sudah mengetahui betapa strategisnya wilayah jayakarta dan kepulauan seribu, berusaha mempertahankan wilayah tersebut dengan baik. Bahkan Pemerintahan VOC Belanda membangun pertahanan dimulai dari kepulauan seribu antara lain di Pulau Onrust, pulau Cipir dan pulau Bidadari sebagai poros pertahanan laut mereka.

Pada masa penguasaan VOC Belanda di Batavia, barulah dokumentasi-dokumentasi tentang kepulauan dapat kita lihat dan temukan.

 

peta pula pulau seribu jakarta
Foto tempo dulu Pulau Onrust
benteng martello

 

benteng pulau onrust

 

Demikian “Pulau Seribu Dalam Sejarah dari masa ke masa” yang kami bisa kami berikan. Dari cerita diatas tentunya Anda sudah mendapat gambaran tentang betapa Kepulauan seribu merupakan wilayah strategis yang dari dahulu menjadi wilayah yang diperebutkan bahkan sampai sekarang ini. Tentunya sebagai warga Jakarta kita akan bangga dan akan terus menjaga kelestarian Pulau seribu demi legacy dari sejarah yang sudah mencatat tentang pentingnya kepulauan luar biasa yang satu ini.

Penulis : Rangga Aria

NB : Jadilah penulis yang baik tanpa mengcopy dan mencuri karya orang lain tanpa aturan yang baik